Senin, 10 Januari 2011

PENANGANAN BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI DI MENTAWAI

PENANGANAN BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI DI MENTAWAI
Nama Kelompok :
• Ayub Martien
• Diannisa Shavira
• Kania Indaningrum
• Ridho Andika
• Renny

Kelas : 3 PA 06

PENANGANAN BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI DI MENTAWAI


Gempa berskala 7,2 Skala Richter (SR) yang mengguncang Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat pada tanggal 26 Oktober 2010 ternyata mengakibatkan tsunami. Bencan tsunami di Mentawai bukanlah bencana tsunami yang pertama kali melanda Indonesia. Walaupun bencana tersebut tidak sebesar bencana tsunami di Aceh 2004 silam, tetapi tsunami Mentawai juga menelan banyak korban meninggal dunia. Banyaknya korban ini karena sebagian penduduk setempat mengira bahwa gempa yang sebelumnya mengguncang Mentawai tidak akan berpotensi tsunami. Hal ini karena peringatan yang sebelumnya sempat di umumkan oleh BMKG bahwa gempa yang terjadi berpotensi tsunami dicabut oleh BMKG, selang beberapa waktu seluruh penduduk kembali ke rumah masing-masing ketika peringatan tersebut dicabut. Ternyata tak berapa lama kemudian tsunami setinggi 30 meter menerjang seluruh daerah Mentawai. Mentawai sendiri merupakan daerah kepulauan terpencil yang berada di tengah laut, sehingga ketika tsunami itu menerjang daerah mentawai semuanya tersapu oleh ombak ganas tersebut.

Ratusan jiwa melayang, ribuan orang harus tinggal di pengungsian karena rumah mereka mengalami rusak berat akibat terjangan tsunami. Karena mentawai berada di tengah laut mengakibatkan sulitnya pemerintah, relawan dan pihak terkait untuk menyalurkan bantuan. Cuaca yang buruk juga menyebabkan sulitnya bantuan makanan, obat-obatan, pakaian dan kebutuhan lainnya untuk di salurkan kepada korban tsunami Mentawai yang tinggal di pengungsian. Beberapa hari setelah bencana relawan hanya dapat menyalurkan bantuan dengan cara melemparkan mie instant melalui udara dengan menggunakan helikopter, kemudian mie instant tersebut dilemparkan per satu kardus. Walaupun cara ini tidak terlalu efektif karena masih banyak penduduk yang tidak mendapatkan bantuan.

Pemerintah dinilai lamban dalam penanganan bencana di Mentawai. Ini terlihat karena pemerintah cenderung lebih berfokus pada bencana merapi yang secara kebetulan terjadi pada satu hari yang sama seperti bencana Mentawai. Pendistribusian bantuan yang belum merata masih sangat terlihat di tempat-tempat pengungsian. Mereka bukan hanya butuh makanan, minuman, kasur, selimut, dan obat-obatan saja. Tetapi mereka juga sangat membutuhkan pakaian layak pakai, pakaian dalam untuk pria dan wanita, pembalut wanita, dan kebutuhan lainnya yang terkadang dilupakan oleh pihak-pihak yang ingin membantu. Hal-hal yang kecil seperti pembalut wanita juga tidak jauh penting. Jangan hanya berfokus pada penanganan pada hal-hal yang besar saja. Balita dan anak-anak pun masih sangat membutuhkan penghidupan yang layak selama tinggal di pengungsian, mereka butuh makanan yang sehat dan susu. Gizi mereka tidak boleh diabaikan. Begitu pun juga bagi ibu-ibu hamil.

Semua pihak yang berperan dalam penanganan bencana gempa dan tsunami Mentawai harus lebih sigap dalam menyalurkan bantuan dari para donatur agar bantuan jangan sampai menumpuk di posko dan pendistribusiannya harus tepat sasaran. Penanganan bencana Mentawai harus mengutamakan warga yang masih hidup, sembari terus melakukan upaya evakuasi terhadap korban meninggal. Langkah yang harus dilakukan oleh Pemerintah kabupaten Mentawai, bersama pemerintah Provinsi Sumbar adalah melakukan invetarisasi kebutuhan-kebutuhan korban gempa dan tsunami yang berada di pengungsian.

Sebagai ujung tombak dalam penanganan bencana gempa dan tsunami yang melanda Mentawai, maka pemerintah daerah yang harus bisa mengkoordinasi langkah-langkah yang mesti dilakukan. Setelah mendapat berita tsunami seharusnya pemerinta lebih tanggap dalam menangani bencana, seluruh pihak-pihak yang bertanggungjawab untuk menangani bencana ini harus dengan segera melakukan tindakan yang untuk mengevakuasi para korban.

Mungkin banyak pihak yang tidak menyadari bahwa bisa saja para korban selamat mengalami trauma dan mereka butuh penanganan yang tepat untuk menghilangkan rasa trauma tersebut. Mereka butuh hiburan agar mereka bisa bangkit dan menata hidup mereka lebih baik lagi. Bukan hanya bantuan saat berada di pengungsian saja yang dibutuhkan, mereka akan jauh lebih membutuhkan bantuan untuk kehidupan mereka setelah keluar dari pengungsian. Mereka sudah kehilangan sanak saudara dan tempat tinggal. Rumah mereka sudah tidak mungkin ditempati lagi karena mengalami rusak berat, maka dari itu mereka pasti lebih membutuhkan tempat tinggal yang aman untuk mereka tempati setelah keluar dari tempat pengungsian. Pemerintah harus bisa mengalokasikan para korban ke tempat yang lebih aman dan menjamin penghidupan yang lebih baik bagi para korban untuk bisa melanjutkan kehidupan mereka ke depannya. Terutama menghilangkan perasaan trauma yang mungkin di alami oleh para korban.